Bunker Belanda Di Kota Magelang, Kondisinya Sekarang Tak Terawat
Magelang -Bunker peninggalan Belanda di Kota Magelang kondisinya tidak terawat. Bahkan bangunan yang dibangun sekitar tahun 1937 itu kini menjadi sarang kelelawar.
Bunker tersebut berada di Jalan Doreng Timur, Kwarasan, Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, tepatnya di belakang kantor Kecamatan Magelang Tengah. Di media umum ada yang menuliskan merupakan gua peninggalan Jepang, namun ternyata berupa bunker.
Berdasarkan pantauan detikcom, lebar pintu masuk bunker sekitar 1,5 meter dengan ketinggian bangunan 3,5 meter. Kemudian saluran ibarat lorong dan nantinya akan menemukan pintu kembali.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Saat ini bunker tersebut dipenuhi sarang kelelawar. Saat masuk bunker ini, akan tercium busuk tidak sedap yang berasal dari kotoran kelelawar tersebut.
"Bangunan zaman Belanda. Setahu saya, cuma untuk pemberian atau apa, saya kurang tahu. Cuma tahu dari orang tua. Yang tahu persis bangunan itu orang tua, tapi sudah nggak ada," kata warga yang rumahnya berdekatan dengan bunker, Sugiarti (62), ketika ditemui, Rabu (21/8/2019).
"Kalau yang saya tahu ada enam kamar. Bangunan itu dalam modelnya setengah lingkaran. Dulu sering bersih-bersih," tuturnya.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Warga berharap bangunan ini sanggup dijadikan lokasi wisata supaya generasi penerus mengetahui sejarah yang ada. Bahkan sudah berulang kali disurvei dari Dinas Pariwisata, baik dari Semarang maupun Jakarta, namun hingga kini tidak ada tindak lanjutnya.
"Ya inginnya begitu (jadi lokasi wisata). Itu sudah berulang kali ditengok dari Dinas Pariwisata, dari Jakarta pernah, Semarang juga pernah, tapi ya cuma diketahui saja. Terus tindak lanjutnya nggak ada, tetap ibarat itu," ujar ia seraya bersyukur kalau menjadi wisata.
"Yang penting bersih. Terus atas juga bersih," katanya.
Pegiat Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana, menyampaikan bangunan ini merupakan bunker atau tempat perlindungan. Pembangunan bunker ini sekitar tahun 1937 berbarengan dengan pembangunan Perumahan Kwarasan karya Herman Thomas Karsten. Pemerintah Hindia Belanda melalui LBD (Luchtgevaar en Luchtbescherming Diens), semacam forum pemberian udara, menciptakan kebijakan dan mengimbau kepada warga masyarakat yang tinggal di Hindia Belanda untuk menciptakan tempat perlindungan. Bunker tersebut salah satunya untuk berlindung ketika terjadi tragedi maupun perang.
"Melalui LBD, semacam forum pemberian udara, forum ini menciptakan kebijakan mengimbau kepada warga masyarakat yang tinggal di Hindia Belanda untuk menciptakan tempat pemberian mengantisipasi bila ada bencana. Kalau di Magelang, tragedi Gunung Merapi dan perang," ujar Bagus.
"Pada tahun 1930, ketika Merapi meletus, ternyata banyak memakan korban di Magelang. Terus lagi, pada tahun 1937, pemerintah Belanda mencium gelagat adanya perang oleh agresivitas dari Jepang. Karena Jepang di tahun tersebut sudah mulai masuk di wilayah China dan seterusnya," katanya.
Foto: Eko Susanto/detikcom |
Baca juga: Di Pasar Magelang Ini, Rupiah Tidak Berlaku |
Dalam membangun bunker, kata dia, pemerintah Hindia Belanda menciptakan beberapa kategori yang sanggup untuk keluarga, daerah permukiman ibarat di Kwarasan dan di sekolah-sekolah. Khusus di Kota Magelang, ketika terjadi tragedi pemerintah Belanda membunyikan sirene yang berada di atas water toren. Sirene tersebut kemudian menyalur di tiga menara bengung, yang berada di Kemirirejo, Plengkung, dan Potrosaran.
"Khusus di Magelang, ketika terjadi bencana, pemerintah Belanda membunyikan sirene di water toren yang kemudian nyalur ke tiga menara bengung. Ketika bengung berbunyi, masyarakat segera melaksanakan evakuasi diri. Kaprikornus korelasi antara menara bengung dengan ini bangunan ini ada," jelasnya.
Sumber detik.com