Masjid Sabilurrosyaad, Dipercaya Peninggalan Raden Trenggono Di Bantul

Masjid Sabilurrosyaad, Dipercaya Peninggalan Raden Trenggono di BantulMasjid Sabilurrosya'ad, Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom

Bantul -Sebagian besar Masjid di Kabupaten Bantul mempunyai sejarah yang menarik dikulik, salah satunya Masjid Sabilurrosya'ad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul. Tak hanya menyimpan sejarah, Masjid peninggalan Panembahan Bodho atau Raden Trenggono ini juga mempunyai jam matahari sebagai penentu waktu salat.

Takmir Masjid Sabilurrosya'ad, Nur Jauzak (52) mengatakan, bahwa Masjid tersebut merupakan peninggalan Raden Trenggono usai mendalami agama Islam di bawah bimbingan Sunan Kalijaga. Menurutnya, Masjid dengan arsitektur Jawa ini dibangun pada tahun 1485 Masehi.

"Ini satu-satunya Masjid peninggalan Raden Trenggono atau Panembahan Bodho. Beliau itu keturunan aristokrat di (Kerajaan) Demak tapi dia menentukan untuk tiba ke sini (Kauman) dan mengembangkan islam, tepatnya pasca bertemu Sunan Kalijaga," ujar Nur ketika ditemui detikcom di Masjid Sabilurrosya'ad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul, Senin (13/5/2019).

Nur melanjutkan, nama Panembahan Bodho sendiri diperoleh Raden Trenggono dari Sunan Kalijaga. Di mana ketika ini Raden Trenggono menduga bunyi gemuruh di Pantai selatan sebagai tanda serangan Portugis, padahal bunyi tersebut berasal dari deburan ombak di Pantai Selatan.

Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul.Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul. Foto: Pradito/detikcom


"Selain itu ketika disuruh Sunan Kalijaga bertapa, Raden Trenggono masih membawa bekal makanan. Karena dinilai kurang pengalaman maka Sunan Kalijaga memberi sebutan Raden Trenggono dengan Ki Bodho," katanya.

"Kalau gelar Panembahan itu didapat Ki Bodho ketika wilayah terung dikuasai Mataram. Karena rasa hormat dia kepada pewaris dan keturunan Adipati Terung, Panembahan Senopati memberi penghargaan yang lebih tinggi kepada Ki Bodho dengan tanah perdikan di sebelah timur Sungai Progo ke utara hingga Gunung Merapi, dan alasannya yaitu sebagai tanah perdikan maka Ki Bodho diberi gelar Panembahan," imbuh Nur.

Nur menjelaskan, ketika ini Masjid Sabilurrosya'ad telah mengalami beberapa kali pemugaran sehingga bentuk orisinil Masjid yang dibangun Panembahan Bodho sudah tidak tampak. Pemugaran itu terpaksa dilakukan alasannya yaitu kapasitas Masjid tak bisa lagi menampung jemaah.

Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul.Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom

"Sudah beberapa kali dipugar, terakhir itu tahun 1982 ketika memperbaiki serambi Masjid. Kalau satu-satunya peninggalan yang masih utuh hanya bedug dan watu gilang di samping jam matahari itu," ucap Nur.

Watu gilang, kata Nur mempunyai dua versi untuk penjelasannya, di mana versi pertama kerikil berwarna hitam dengan ukuran sekitar 1x1 meter ini dipakai sebagai ganjal kaki Panembahan Bodho ketika mengambil air wudhu.


Sedangkan versi kedua, watu gilang merupakan peninggalan umat Hindu yang kerap disebut Yoni. Di mana Yoni berfungsi sebagai penanda kawasan atau sarana persembahan untuk ibadah umat Hindu.

Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul.Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul. Foto: Pradito/detikcom


"Mungkin ketika itu Panembahan Bodho ingin menghormati umat beragama lainnya (umat Hindu) dengan cara memasang Yoni sebagai tanda jikalau ada kawasan beribadah (Masjid)," ucapnya.

Selain itu, sempurna di samping watu gilang terdapat pula sebuah jam matahari atau dalam bahasa Jawa disebut jam Bancet. Nur menjelaskan bahwa jam yang dalam bahasa Arab disebut jam istiwak ini bukan peninggalan Panembahan Bodho.


"Ini (jam Bancet) termasuk baru, buatan tahun 1950 dari pabrik di Magelang ini. Fungsi jam ini dulu untuk memudahkan masyarakat mengetahui waktu salat, alasannya yaitu dulu masyarakat sempat kesulitan menentukan waktu salat," ucapnya.

Pantauan detikcom, jam matahari ini berbentuk persegi dengan cekungan di bab atas. Cekungan tersebut terbuat dari materi tembaga dengan sebuah paku berada di tengah-tengah cekungan tersebut.

Jam matahari di Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul.Jam matahari di Masjid Sabilurrosya'ad, Bantul. Foto: Pradito/detikcom

Pada cekungan itu juga terdapat angka 5,4,3,2,1 di sisi kiri dan 7,8,9,10,11 di sisi kanan. Di mana pada bab tengah terdapat angka 12, ketika terkena sinar matahari, bayangan paku tersebut mengarah ke angka tersebut.

"Jam bancet ini hanya bisa untuk menentukan jam salat dzuhur sama ashar, memang akurat meski dibanding jam ada selisih 10 menit," pungkasnya.

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel