Bnpb Minta Penataan Daerah Wisata Perhatikan Peta Rawan Bencana

BNPB Minta Penataan Kawasan Wisata Perhatikan Peta Rawan BencanaSutopo Purwo/Foto: Ari Saputra

Jakarta -Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pelaku industri wisata memperhatikan peta rawan bencana. Pengembangan tempat wisata harus mengacu pada peta itu.

"Penataan ruang dan pembangunan tempat pariwisata hendaknya memperhatikan peta rawan peristiwa sehingga semenjak perencanaan sampai operasional dari pariwisata itu sendiri selalu mengkaitkan dengan ancaman peristiwa yang ada," demikian klarifikasi Kepala Humas dan Informasi BNPB Sutopo Purwo, Rabu (16/1/2019).

Sutopo menyampaikan peristiwa yakni keniscayaan. Pasti terjadi alasannya yakni peristiwa mempunyai periode ulang, apalagi ditambah faktor antropogenik yang makin meningkatkan bencana.



"Risiko peristiwa sanggup dikurangi sehingga dampak peristiwa sanggup diminimumkan dengan upaya mitigasi dan pengurangan bencana. Di balik berkah keindahan alam Indonesia juga dampat menyimpan petaka jikalau tidak dikelola dengan baik," kata Sutopo.

Berikut klarifikasi lengkap Sutopo dalam goresan pena bertajuk 'Rentannya Pariwisata dari Bencana':

RENTANNYA PARIWISATA DARI BENCANA

Perkembangan pariwisata di Indonesia luar biasa pesat. Data World Travel and Tourism Council (WTTC) melaporkan bahwa Top-30 Travel and Tourism Countries Power Ranking yang didasarkan pada pertumbuhan adikara pada periode tahun 2011 dan 2017 untuk empat indikator perjalanan dan pariwisata utama menunjukkan Indonesia berada pada nomor 9 sebagai negara dengan pertumbuhan pariwisata tercepat di dunia. Dalam daftar yang dikeluarkan tersebut, China, Amerika Serikat, dan India menempati posisi tiga besar. Untuk tempat Asia, Indonesia berada nomor 3 sehabis China dan India. Sedangkan untuk di tempat Asia Tenggara, posisi Indonesia terbaik diantara negara-negara Asia Tenggara lainnya, menyerupai Thailand yang berada di nomor 12, Filipina dan Malaysia di nomor 13, Singapura nomor 16 dan Vietnam nomor 21.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, pariwisata Indonesia mempunyai banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yaitu sektor pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar. Pada tahun 2019, industri pariwisata diproyeksikan menyumbang devisa terbesar yaitu US$ 20 Miliar. Dampak devisa yang masuk pribadi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun ahun 2019, pariwisata Indonesia ditargetkan menjadi yang terbaik di tempat regional, bahkan melampaui ASEAN. Country Branding Wonderful Indonesia menempati ranking 47 dunia, mengalahkan country branding Truly Asia Malaysia (ranking 96) dan country branding Amazing Thailand (ranking 83). Country branding Wonderful Indonesia mencerminkan positioning dan differentiating pariwisata Indonesia.

Pariwisata Indonesia mempunyai banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia terus mengalami peningkatan sebesar 55% secara absolut, dari tahun 2014 sebesar 9 juta, menjadi 14 juta pada tahun 2017. Sektor pariwisata penghasil devisa terbesar. Pada 2019, industri pariwisata diproyeksikan menyumbang devisa terbesar di Indonesia yaitu US$ 20 Miliar. Dampak devisa yang masuk pribadi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Di banyak daerah di Indonesia, sektor pariwisata telah bisa meningkatkan pendapatan orisinil daerah (PAD) dan makin meningkatkan masyarakat sekitarnya. Misal, pengembangan pariwisata Danau Toba telah meningkatkan PAD Kabupaten Samosir naik 81 persen dalam kurun waktu 2016-2017. Begitu juga Kabupaten Simalungun, PAD naik 91 persen, Kabupaten Humbang Hasundutan naik 103 persen, Kabupaten Karo naik 58 persen.

Namun di balik itu semua, industri pariwisata sangat rentan terhadap bencana, apabila tidak dikelola dengan baik, dampaknya akan menghipnotis ekosistem pariwisata dan pencapaian sasaran kinerja pariwisata. Pariwisata seringkali diasosiasikan dengan kesenangan, dan wisatawan melihat keamanan dan kenyamanan sebagai satu hal yang esensial dalam berwisata. Bencana merupakan salah satu faktor yang sangat rentan menghipnotis naik turunnya ajakan dalam industri pariwisata.

Beberapa insiden peristiwa telah menimbulkan dampak industri pariwisata, antara lain:

1) Erupsi Gunung Merapi tahun 2010, telah menjadikan penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa obyek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah mencapai hampir 50 persen.
2) Bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus sampai September 2015 menimbulkan 13 bandara tidak bisa beroperasi alasannya yakni jarak pandang pendek dan membahayakan penerbangan. Bandara harus tutup, aneka macam event internasional ditunda, pariwisata betul-betul tertekan. Industri airline, hotel, restoran, tour and travel, objek wisata dan ekonomi yang di-drive oleh sektor ini pun terganggu.
3) Erupsi Gunung Agung di Bali tahun 2017 menimbulkan 1 juta wisatawan berkurang dan kerugian mencapai Rp 11 trilyun di sektor pariwisata.
4) Gempa Lombok yang beruntun pada tahun 2018 menimbulkan 100.000 wisatawan berkurang dan kerugian Rp 1,4 trilyun di sektor pariwisata.
5) Tsunami di Selat Sunda pada 22/12/2018 menimbulkan kerugian ekonomi sampai ratusan miliar di sector pariwisata. Bencana menimbulkan efek domino berupa penghapusan kunjungan wisatawan sampai 10 persen. Sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di tempat wisata Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung mencapai 80-90 persen.

Tentu ini menjadi menjadi pembelajaran bagi kita semua. Mitigasi, baik mitigasi struktural dan non struktural di tempat pariwisata masih sangat minim. Mitigasi peristiwa harus ditempatkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata. Mitigasi dan pengurangan risiko peristiwa hendaknya ditempatkan sebagai investasi dalam pembangunan pariwisata itu sendiri. Sebab, dalam proses pembangunan setiap 1 US$ yang diivestasikan untuk pengurangan risiko peristiwa maka sanggup mengurangi kerugian akhir peristiwa sebesar 7-40 US$.

Penataan ruang dan pembangunan tempat pariwisata hendaknya memperhatikan peta rawan peristiwa sehingga semenjak perencanaan sampai operasional dari pariwisata itu sendiri selalu mengkaitkan dengan ancaman peristiwa yang ada. Rencana pembangunan 10 Bali Baru atau 10 destinasi pariwisata prioritas yang akan dibangun yaitu Danau Toba, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, Mandalika, Morotai dan Labuan Bajo hendaknya mengkaitkan mitigasi dan pengurangan risiko peristiwa sehingga daerah pariwisata tersebut kondusif dari bencana. Faktanya 8 dari 10 daerah prioritas pariwisata tersebut berada pada daerah yang rawan gempa, dan sebagian tsunami. Apalagi investasi pengembangan 10 detinasi pariwisata prioritas dan tempat strategis pariwisata nasional tersebut sangat besar yaitu Rp 500 trilyun.

Koordinasi perlu dilakukan dengan aneka macam pihak. Pentahelix dalam pembangunan pariwisata dan penanggulangan peristiwa yang melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha/usahawan, akademisi, masyarakat, dan media hendaknya didukung semua pihak.

Bencana yakni keniscayaan. Pasti terjadi alasannya yakni peristiwa mempunyai periode ulang, apalagi ditambah faktor antropogenik yang makin meningkatkan bencana. Risiko peristiwa sanggup dikurangi sehingga dampak peristiwa sanggup diminimumkan dengan upaya mitigasi dan pengurangan bencana. Di balik berkah keindahan alam Indonesia juga dampat menyimpan petaka jikalau tidak dikelola dengan baik.

Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
(HSF/fjp)

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel