Menyandarkan Kala Depan Pada Bambu

Menyandarkan Masa Depan pada BambuFoto: Fadil Muhammad

Jakarta -

Bambu merupakan cerminan kehidupan individu dan sosial insan dulu, sekarang, dan masa depan. Ke depan bambu dibutuhkan sanggup semakin dikenal dan dimanfaatkan untuk kehidupan orang banyak dan membuat kehidupan yang lebih bersahabat dengan alam.

Pring, deling, buluh, pekhing --bambu masuk ke dalam kultur Indonesia dalam bermacam-macam bahasa dan cara. Akarnya mengikat, rumpunnya menyimpan air, rimbun daunnya meneduhkan. Bambu tumbuh, berkembang, saling menopang, kokoh mandiri, dan berkelanjutan.

Untuk merayakan keberadaan bambu di tengah kehidupan manusia, semenjak tahun 2014 digelar program Bamboo Biennale di Solo, Jawa Tengah. Acara dua tahunan yang dirancang dalam tetralogi tahapan ini merupakan satu-satunya di dunia dengan melibatkan hebat bambu, arsitek, komposer, musisi, perajin bambu dari dalam maupun luar negeri.

Bamboo Biennale I 2014 Tunas (Born) bermakna sebuah cita-cita berkelanjutan, Bamboo Bennale II 2016 Rebung (Hope), bermakna tumbuh dan berkembang mandiri, Bamboo Biennale III 2018 Kembang (Growing) bermakna tumbuh tinggi, berpengaruh dan merimbun, menaungi kehidupan; dan Bamboo Biennale IV 2020 Rumpun (Sustain), bermakna hidup serumpun, saling memayungi dan melindungi.

Melahirkan Kembali

Bambu mempunyai kekuatan hidup luar biasa untuk lahir terus hidup dan bersemi kembali. Konon di kota Hirosima yang pernah luluh lantak digempur bom atom, salah satu tanaman yang tanaman yang bersemi kembali paling awal yakni bambu.

Di lereng gunung Merapi konon ketika awan panas wedhus gembel yang menerjang membuat hutan-hutan di lerengnya hangus terbakar dan terkubur bubuk vulkanik, selang beberapa bulan nuansa hijau muncul kembali dan itu yang tumbuh yakni tunas-tunas tanaman bambu.

Menurut arsitek yang juga pakar bambu Eko Prawoto, aspek kedekatan emosi pada bambu mungkin hanya dimiliki oleh beberapa bangsa saja yang memang hidup bersama dengan bambu dalam kesehariannya. Sementara, bangsa lain melihat bambu lebih sebagai materi alternatif pengganti kayu menyerupai yang marak terjadi akhir-akhir ini.

Bambu lebih diapresiasi sebagai materi pengganti kayu yang potensial untuk memenuhi kerakusan industri yang selalu butuh materi baku dalam jumlah yang semakin besar. Perhatian dunia yang melihat potensi bambu menyadarkan kita juga sebagai bangsa yang mempunyai tradisi panjang hidup dengan bambu untuk menyemaikan kembali, bahkan "melahirkan kembali" semangat, kecintaan, dan pengetahuan ihwal bambu.

Di banyak sekali pelosok di Tanah Air tersebar banyak sekali keahlian keterampilan dan kekriyaan berkait dengan bambu. Keberadaan mereka sebetulnya merupakan aset kultural yang sangat penting, namun sekaligus juga rentan ketika tidak dihiraukan dan bisa-bisa saja punah. Eko Prawoto menandaskan, Bamboo Biennale dengan tetraloginya mengambil inisiatif untuk melahirkan kembali kekuatan keterampilan lokal dalam setting global.

Biennale itu dilakukan dengan mempertemukan para perajin yang merupakan pewaris dari estafet panjang tradisi, dengan para arsitek, desainer yang lebih dekat dengan kehidupan kota serta yang lebih dekat dengan modernitas. Sebuah perjumpaan yang sinergis dan kolaboratif. Perjumpaan yang saling mengapresiasi potensi dan tugas masing-masing.

Penyatuan semangat dan kecintaan serta keahlian itu dibutuhkan melahirkan kembali desain bambu di Indonesia. Harapan ini tentunya harus terus ditindaklanjuti biar tunas-tunas kecil bertumbuh kembang, ngremboko, bagi kehidupan rumpun-rumpun bambu yang kokoh, saling memayungi dan melindungi.

Kayu Terkuat

Bambu mempunyai kekuatan tarik lebih dari sebuah baja ringan dan mempunyai rasio berat berbanding kekuatan melebihi grafit. Bambu sanggup dikatakan yakni tanaman kayu yang terkuat di bumi. Konon di Cina ada sebuah jembatan gantung dengan panjang 228 meter dan lebar 2,7 meter yang bertumpu sepenuhnya pada bambu di atas sungai tanpa memakai besi atau sepotong baja di dalamnya.

"Jika dipakai sebagai tangga, scaffolding, dan konstruksi, bambu dua kali lebih stabil dibandingkan kayu jati atau oak," kata Eko Prawoto.

Pada eksperimen pertamanya, Thomas A Edison berhasil membuat sebuah lampu pijar (lampu bohlam) memakai filamen yang terbuat dari bambu yang berkarbonisasi. Temuannya ini dipatenkan pada tahun 1880. Hingga hari ini, lampu pijar tersebut masih sanggup menyala dan disimpan di Museum Smithsonian, Washington DC. Alexander Graham Bell juga memakai bambu sebagai jarum gramafon pertamanya.

Bambu mempunyai ribuan kegunaan termasuk untuk casing pesawat, zat aphrodisiacs, tirai, kuas, benda-benda kerajinan, filter desalinasi, materi bakar diesel, tongkat untuk memancing, materi makanan, furnitur, obat-obatan, alat musik, material seni ornamen, kertas, tali, payung, tongkat jalan, lonceng angin, casing handphone, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya ada lebih dari 1.250 jenis tanaman bambu, dan diperkirakan ada lebih dari satu miliar orang yang tinggal di rumah bambu. Tanaman bambu merupakan sumber daya alam yang kekal serta telah menjadi bab dalam kehidupan budaya masyarakat.

Sudah saatnya digaungkan kembali dengan merangkul seluruh penggiat bambu di Nusantara, baik desainer, artisan, IKM, UMKM, dan industri. Untuk gotong royong memasyarakatkan potensi bambu dengan produk terapannya baik berupa karya, arsitektur, instalasi, furnitur, produk dan home decor, seni kriya dan produk-produk yang terkait dengan bambu. Kembali menyandarkan cita-cita pada bambu dengan meningkatkan partisipasi dan menumbuhkan kembali tradisi bambu dalam banyak sekali lapisan masyarakat.


Tulisan ini yakni kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel