Alat Musik Khas Rote Sasando Sudah Mulai Kena Sentuhan Modern
Rote Ndao -Sasando ialah alat musik tradisional khas Rote, Nusa Tenggara Timur. Siapa pun yang mendengar petikan dawainya niscaya teringat akan wilayah yang paling selatan di Indonesia tersebut.
Sasando terbuat dari daun pohon lontar yang dibuat cekung seolah-olah perahu. Di tengahnya, terdapat sebuah tabung yang berfungsi sebagai daerah dawai. Ketika dawai-dawai tersebut dipetik, terdengarlah suara alunan musik yang syahdu bernada etnik.
Salah satu perajin sasando yang masih aktif di Rote ialah Herman Adolf Ledoh (70). Ia tak hanya menciptakan sasando tradisional namun pula dengan sentuhan modern menjadi sasando biola elektrik.
"Sasando biola elektrik disebut juga piano bundar alasannya semua not organ ada di sini," ungkap Herman.
Sasando yang dibuat Herman pun, bermacam-macam fitur dan ukuran. Ada yang berukuran kecil sampai besar. Selain itu jumlah dawainya pun berbeda-beda. Jumlah dawainya ada yang 11, ada juga yang 10 atau 9 dawai, sampai 62 dawai. Jumlahnya diadaptasi dengan ketukan gong dan dilebihkan 2 untuk variasi.
"Kalau yang kecil begini Rp 500-Rp 600 ribu, jikalau yang biola (elektrik) kasih buatan saya ini ada 28 dawai sanggup Rp 3 juta, 30 dawai Rp 3,5 juta. Kalau 47 dawai dijual Rp 4 juta, yang 62 dawai Rp 5-6 jutaan," ungkapnya.
Herman mengaku sudah menjadi perajin sasando semenjak dahulu. Ia sendiri tak ingat kapan memulainya. Sementara pembuatan sasando biola elektrik ia mulai tahun 2002.
Foto: Ari Saputra |
Selain menciptakan sasando, Herman juga menciptakan alat musik tradisional lainnya berupa gong. Ketertarikannya pada alat musik ini berawal dari keprihatinannya akan kelestarian gong. Selain itu, gong pun sanggup jadi peluang bisnis baginya.
"Kalau gong ini saya pernah dari ayah kecil. Setelah melihat di Rote ini gong mau punah jadi saya berfikir jikalau kita tidak mencoba membuatnya ini niscaya punah jadi coba buat ada peluang bisnis," ujarnya.
Gong biasanya dibeli oleh para seniman untuk keperluan kegiatan etika atau setiap ada pesta. Sementara sasando, selain dibeli oleh warga, ada juga wisatawan yang tertarik membelinya.
Menjadi perajin sasando dan gong, Herman juga membutuhkan modal untuk menyebarkan usahanya. Ia pun meminjam modal tersebut kepada Bank BRI biar usahanya sanggup terus berjalan.
Setelah diberikan modal pinjaman, sekarang Herman tak hanya berpangku pada bisnis kerajinan sasando dan gong. Ia juga mempunyai perjuangan pembuatan batako, membeli kendaraan beroda empat pick up dan juga membuka perjuangan penggilingan padi.
"Saya rasa merasa berkembang (usahanya) cuma saya sakit. Mungkin jikalau tidak sakit lebih cepat (perkembangannya)," ujar Herman.
detikcom bersama Bank BRI mengadakan kegiatan Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, sampai wisata di beberapa wilayah terdepan. Untuk mengetahui informasi dari kegiatan ini ikuti terus gosip ihwal Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
Sumber detik.com