Inovasi Bukan Sekadar Kemampuan Teknologi

Inovasi Bukan Sekadar Kemampuan TeknologiSebuah penemuan unik dari Jepang (Foto: Boredpanda)

Jakarta -Kata penemuan tidak lagi absurd bagi kita. Kata ini berseliweran dalam gosip perihal bisnis, kemajuan ekonomi, ataupun perkembangan teknologi. Kata ini kerap muncul berbarengan dengan kata teknologi, entrepreneur, ataupun daya saing. Inovasi sudah usang dipahami sebagai penggagas utama evolusi ekonomi. Namun, dikala ini penemuan lebih menjadi perhatian lagi alasannya dampaknya bisa radikal. Dan, ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju.

Di Indonesia, masyarakat juga menyaksikan bagaimana Gojek dan Grab mengubah bisnis angkutan dan pengiriman jarak pendek dalam kurun yang relatif singkat. Banyak perusahaan taksi kecil harus gulung tikar, dan yang besar dengan susah payah harus mengikuti keadaan dengan mereka. Inovasi radikal ini juga membuka peluang-peluang gres yang tak terpikirkan sebelumnya. Melalui layanan Go-Food dan Grab-Food, bisnis makanan bisa meluaskan jangkauan layanannya tanpa harus mempunyai armada pengiriman sendiri. Bahkan orang-orang yang tidak mempunyai warung atau restoran juga bisa memanfaatkannya untuk menjual makanan mereka secara daring.

Inovasi yang ada pada Gojek dan Grab merupakan kombinasi pemanfaatan teknologi dan model bisnis. Model bisnis mereka dimungkinkan oleh perkembangan teknologi terkini. Inovasi, meskipun secara keseluruhan tampak sebagai sesuatu yang baru, lebih merupakan kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Ada unsur-unsur usang yang dimodifikasi, dan lebih sedikit lagi unsur yang benar-benar baru.

Gojek dan Grab tidak akan muncul kalau tidak ada internet dan ponsel yang bisa menjalankan aplikasi dan mempunyai fungsi GPS. Peran regulator juga menentukan. Layanan yang mengawali bisnis mereka, yakni Go-Ride dan Grab-Bike, tidak akan bisa berjalan kalau pemerintah bersikukuh bahwa kendaraan roda dua tidak bisa dijadikan angkutan umum.

Setiap bisnis membutuhkan ekosistem tertentu. Jika unsur dari ekosistem tersebut tidak lengkap, seorang wirausahawan harus melengkapinya, apakah dengan menciptakannya ataupun dengan memasukkan unsur yang ada di luar. Gojek, Grab, Tokopedia, dan perusahaan-perusahaan penyedia platform bagi bisnis-bisnis lain tersebut tidak akan bisa bertahan hanya dengan penemuan teknologi dan bisnis model belaka. Yang mereka lakukan sangat radikal (meskipun sudah ada misalnya di luar negeri), dan alasannya itu membutuhkan biaya mahal.

Mereka mentransformasi industri, membangun interaksi dan transaksi gres dengan bisnis atau perorangan yang menjadi mitranya maupun dengan masyarakat pelanggan. Ini membutuhkan proses edukasi, serta pembiasaan semua pihak, termasuk pengambil kebijakan. Ini membutuhkan proses panjang sebelum sistem platform tersebut stabil dan dipakai secara luas. Upaya membujuk bisnis atau perorangan yang berbisnis dan masyarakat pelanggan memakai platform tersebut membutuhkan biaya besar.

Mitra mereka hanya akan bersedia berpartisipasi kalau mereka mendapat laba dari keikutsertaan tersebut. Sementara pelanggan menuntut adanya pilihan yang luas, fasilitas transaksi, serta harga yang bersaing. Sementara bagi industri keuangan lokal, apa yang dilakukan Gojek dan lain-lainnya ini berada di luar budi bisnis mereka. Ini mengakibatkan para operator platform ini harus mengandalkan investor global yang sudah dekat dengan model bisnis mereka.

Hal di atas mengatakan penemuan tidak hanya mempunyai dimensi teknologi, tetapi juga bisnis, regulasi, dan lainnya. Bahkan teknologi yang mereka gunakan juga tergantung pada teknologi-teknologi lain yang dipasok dari mana-mana. Suatu perusahaan, atau satu negara sekalipun, perlu membangun kemampuan inovasinya, tetapi tidak berarti mereka harus atau perlu lepas dari ketergantungan terhadap pihak lain. Perusahaan yang dikenal sangat inovatif ibarat Apple tetap harus mengandalkan teknologi dari perusahaan-perusahaan lain juga. Misalnya, layar iPhone dipasok oleh Samsung dari Korsel, sementara proses produksinya dilakukan oleh Foxconn di Tiongkok.

Saat ini ialah periode ekonomi berjejaring, mustahil pelaku ekonomi bisa membangun daya saingnya dengan memisahkan diri dari jejaring tersebut. Membangun jejaring teknologi, bisnis, dan modal sangat diharapkan dalam menjaga kelangsungan inovasi. Perkembangan ekonomi dikala ini menuntut para pelaku ekonomi bersaing sekaligus berjejaring. Produk-produk dari aneka macam negara bisa bersaing di pasar lokal yang sama. Sementara produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal sekalipun bisa memakai komponen-komponen dari aneka macam negara.

Penciptaan nilai tambah dan daya saing satu perusahaan tergantung pada tingkat inovasinya, yang bertahan hingga penemuan tersebut ditiru ataupun disaingi oleh penemuan lain yang memenuhi fungsi yang sama. Inovasi tidak harus radikal ibarat yang beberapa kali dilakukan Apple, tidak harus berdampak besar ibarat yang dihasilkan Google, tidak harus mentransformasi industri, ibarat penemuan platform bisnis dari Gojek atau Tokopedia. Inovasi bisa saja dilakukan UKM dengan efek kenaikan produktivitas yang tidak istimewa, tetapi kalau dilakukan oleh banyak UKM di negara kita, maka dampaknya secara keseluruhan menjadi kenaikan produktivitas di tingkat nasional.

Berbicara perihal inovasi, termasuk penemuan teknologi, ialah berbicara perihal bisnis dan industri. Pada alhasil penemuan ialah bab dari pertarungan bisnis. Kebijakan penemuan sudah semestinya merupakan bab dari kebijakan industri. Pengembangan ilmu dan teknologi, yang bisa meningkatkan cadangan pengetahuan yang bisa dikombinasikan untuk keperluan inovasi, seharusnya menjadi pendukung bagi kebijakan industri. Tidak diperlakukan sebagai sektor sendiri yang sepenuhnya menjadi urusan Kemenristek Dikti.

Ketidakmampuan mengintegrasikan kebijakan penelitian dan pengembangan (litbang) teknologi dengan kebijakan industri merupakan tanda-tanda umum di negara-negara berkembang. Seolah kemajuan teknologi bisa dicapai hanya dengan mengalokasikan dana untuk kegiatan litbang teknologi semata. Kemampuan teknologi Taiwan, Korsel, maupun Tiongkok ditunjukkan oleh produk-produk teknologi mereka yang membanjiri pasar dunia. Kemampuan teknologi ini telah menaikkan tingkat kemakmuran mereka dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan tinggi. Sementara negara-negara ibarat Indonesia, Malaysia dan Thailand, alasannya tidak bisa terus meningkatkan kemampuan inovasinya, berada dalam perangkap pendapatan menengah (Middle Income Trap).

Hal di atas membuat banyak orang beranggapan bahwa acara litbang teknologi ialah hal yang utama dalam mengejar kemajuan teknologi. Fokus mereka hanya mendorong pengembangan ilmu dan teknologi, tanpa membenahi kondisi-kondisi yang mendorong pengembangan tersebut, dan mengabaikan faktor-faktor yang membatasi ataupun mengurangi motivasi pengembangan ilmu dan teknologi.

Jika hanya fokus pada kegiatan pengembangan teknologi, negara kita sudah pernah melakukannya di periode B.J. Habibie menjadi menteri riset dan teknologi. Negara kita sudah mengalokasi anggaran yang besar untuk menyebarkan industri dirgantara dan beberapa industri strategis lainnya. Banyak mahasiswa juga sudah dikirim untuk berguru ilmu-ilmu teknik atau rekayasa ke negara-negara maju, ibarat Belanda, Jepang, Jerman, dan lain-lainnya. Perhatian B.J. Habibie dikala itu sangat baik alasannya mencoba menguatkan industri-industri tertentu serta kegiatan litbang pendukungnya. Saat ini kebijakan pengembangan ilmu dan teknologi justru terpisah dari kebijakan industri. Upaya mensinergikannya acara industri dan litbang secara intensif dan mendalam masih belum tampak.

Mengharapkan kemampuan teknologi bangsa akan maju hanya dengan mendorong kegiatan litbang di perguruan tinggi dan forum litbang bisa dianalogikan dengan kesebelasan sepak bola yang ingin menjadi juara hanya dengan mengandalkan pemain penyerangnya (striker) saja, tetapi mengabaikan pemain-pemain pada posisi lainnya. Jika penyerangnya anggun otomatis prestasi kesebelasan akan dianggap anggun juga. Padahal tim sepak bola juga membutuhkan pemain-pemain lain, mulai dari penjaga gawang, pemain bertahan hingga gelandang. Dan, yang tak kalah pentingnya, sehebat apapun masing-masing pemain ini, mereka perlu berlatih untuk menemukan kolaborasi yang sempurna yang bisa menghasilkan keunggulan tim.

Dalam pengembangan teknologi nasional aneka macam pihak mempunyai tugas yang berbeda-beda. Dan, yang perlu disadari, penyerangnya bukanlah forum litbang atau perguruan tinggi teknologi, tetapi industri itu sendiri. Karena ujung daya saing suatu bangsa ialah daya saing industri. Pada alhasil buah dari penemuan harus dipertarungkan di pasar, atau di bidang pemanfaatan lain yang non-komersial. Karena itulah, untuk penemuan komersial, sektor bisnis harus jadi target utama kebijakan inovasi. Sedangkan forum litbang, perguruan tinggi, pendanaan riset pemerintah, dan lain-lain yang terkait ialah struktur pendukung yang diharapkan untuk mendukung sektor bisnis tersebut.

Kebijakan penemuan perlu menyelaraskan struktur pendukung dengan sektor bisnis. Lembaga litbang teknologi perlu merencanakan kegiatannya biar bisa memenuhi kebutuhan industri. Untuk itu, penelitian mereka harus bertolak dari kebutuhan industri. Selain itu sistem insentif mereka juga harus dirancang biar mereka bersedia bekerja melayani industri, dan bahkan bisa bekerja mengikuti ritme kalangan industri yang serba cepat, tidak mengikuti sistem penganggaran birokrasi.

Saat ini para pemegang jabatan fungsional peneliti dan perekayasa, ataupun akademisi, mempunyai sistem insentif sendiri yang tidak sepenuhnya selaras dengan kepentingan industri. Karier mereka bisa terus naik walaupun lepas dari industri. Hal yang penting untuk diperhatikan ialah fokus. Sebagai negara berkembang kita mempunyai keterbatasan sumber daya modal, manusia, dan teknologi. Dengan keterbatasan ini, kita mustahil mengejar terlalu banyak hal. Untuk lebih mendayagunakan modal yang ada perlu dibentuk prioritas, menentukan target tertentu. Taiwan pada awal perkembangannya,menyasar industri mikroelektronik, dan Korsel mendirikan industri baja yang bisa memasok pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur yang dikembangkan belakangan.

Di masa Orde Baru, Indonesia lebih ibarat Korsel daripada Taiwan dalam menentukan sasaran. Indonesia berfokus pada beberapa sektor industri dan masing-masing mengandalkan satu perusahaan negara. Ini ibarat dengan Korsel yang memulai pembangunan teknologinya melalui perusahaan negara yang membuat baja, kemudian melalui beberapa perusahaan raksasa lokal (chaebol). Sementara itu Taiwan menentukan satu sektor, yakni mikroelektronika, dan melibatkan banyak pemain drama industri. Melalui forum pemerintah Industrial Technology Research Institute (ITRI), Taiwan secara aktif mendifusikan pengetahuan dan teknologi gres ke puluhan perusahaan lokal. Awalnya teknologi ini diperoleh dengan cara melisensi teknologi dari luar, dan secara sedikit demi sedikit mereka melaksanakan pengembangan sendiri.

Kebijakan penemuan yang mengandalkan banyak perusahaan ini lebih terbuka pada kemungkinan memunculkan perusahaan-perusahaan yang unggul dan inovatif. Sementara yang mengandalkan satu perusahaan lebih berisiko, alasannya kalau gagal, tak ada lagi yang diandalkan. Dan mengandalkan perusahaan pemerintah lebih berisiko lagi alasannya pemerintah akan melaksanakan aneka macam cara biar perusahaannya tidak tampak gagal. Korsel yang mengandalkan chaebol bisa mengatasi risiko ini. Ini antara lain alasannya kebijakan penemuan mereka tidak semata-mata pengembangan teknologi semata, tetapi memakai kebijakan-kebijakan lain yang saling menguatkan. Dan, yang jauh lebih penting ialah adanya proses pembelajaran kebijakan (policy learning), adanya kemampuan dan kemauan untuk mendeteksi kegagalan, dan dengan segera mengoreksi kebijakan yang tidak sempurna tersebut.

Ikbal Maulana peneliti di bidang filsafat dan kajian sosial teknologi di Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptekin (P2KMI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel