Deru Investasi Dari Dubai

Deru Investasi dari DubaiSaat bertemu dengan investor asal Dubai. Dari kanan: Andi Yuliani Paris (Komisi VII), Tamsil Linrung (Komisi VII), Ebtesam Alkaabi (Direktur JAFZ), Ridwan Hasan (Konjen RI di Dubai), Ridwan Hisyam (Komisi VII)

Jakarta -

Deru investasi abnormal di Indonesia kian menggebu. Yang terbaru, dana jumbo senilai Rp 136 triliun bakal mengucur dari beberapa perusahaan multinasional negeri petrodolar Uni Emirat Arab. Komitmen investasi tersebut diteken eksklusif di hadapan Presiden Jokowi dan Putera Mahkota Abu Dhabi Syeikh Mohammed Bin Zayyed Al-Nahyan.

Tiga perusahaan papan atas asal Dubai telah memantapkan komitmen berinvestasi di Indonesia. Yaitu, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) dan Mubadala Petroleum di bidang migas, serta DP World, operator pelabuhan global yang sangat mapan --holding dari perusahaan kenamaan menyerupai London Gateway, tempat bisnis berikat Jabel Ali Free Zone (JAFZ), dan banyak lagi perusahaan lain yang jadi motor ekonomi di Dubai.

Bersamaan dengan momentum MoU yang amat penting itu, kami di Komisi VII dewan perwakilan rakyat yang mengemban fungsi pengawasan, khususnya untuk bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hadir di Dubai bersama kawan guna memastikan pendalaman kolaborasi tersebut. Terutama kita arahkan tak hanya berdampak pada perekonomian secara makro, tapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat bawah. Apakah dalam bentuk peresapan tenaga kerja maupun penggunaan konten lokal dalam proyek investasi mereka.

Dalam pertemuan dengan Direktur JAFZ Ebtesam Alkaabi, ia memberikan kebanggaan kepada Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi menjanjikan. JAFZ melihat bahwa potensi bisnis Indonesia-Dubai bakal berdampak masif di tengah upaya pemerintah mendorong pemerataan pembangunan di mana kedua belah pihak sanggup memainkan peran-peran yang signifikan dalam kerangka saling menguntungkan. Sebagai catatan tambahan, JAFZ merupakan superholding company yang membawahi 7.200 perusahaan dan 150.000 profesional di Dubai.

Lanskap ekonomi Dubai memang bertumpu pada perusahaan menyerupai JAFZ. Kontribusi superholding company menyerupai JAFZ ini terbukti ampuh mendorong Dubai tampil di panggung ekonomi global. Dubai yang pada tiga dekade kemudian masih merupakan hamparan padang pasir tandus sejauh mata memandang, kini telah tumbuh berkembang menjadi sebagai jantung bisnis di Timur Tengah.

Dubai bahkan sejajar dengan pusat-pusat bisnis dunia menyerupai New York di Amerika, London di Eropa, dan Tokyo di Asia Timur.

Proses transformasi Dubai digerakkan oleh JAFZ, dan ratusan atau mungkin ribuan holding company lain di tempat teluk Uni Emirat Arab tersebut. Dubai yaitu magnet gres ekonomi dunia yang masih terus tumbuh saat New York, London, dan Tokyo sudah terasa bikin jenuh.

Memacu Ekonomi Daerah

Partnership ekonomi dalam bentuk investasi ini harus dirasakan eksklusif keuntungannya oleh masyarakat di daerah. Apalagi bila berbicara investasi di bidang sumber daya alam dan logistik yang sarat bersentuhan dengan ekonomi di daerah-daerah. Indonesia sudah punya investasi bidang energi gres terbarukan yang sanggup dijadikan pilot project. Yaitu, proyek energi gres terbarukan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Sidrap dan Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Proyek elektrifikasi ramah lingkungan tersebut merupakan investasi abnormal dengan pemanfaatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 40 persen. Selain TKDN, besarnya pasokan listrik dari PLTB tersebut ke masyarakat tentu saja ampuh memacu gairah ekonomi daerah secara lebih efisien.

Untuk diketahui, Indonesia telah meratifikasi The Paris Agreement perihal climate change. Artinya, Indonesia wajib turut serta dalam pengurangan emisi karbon jawaban penggunaan energi fosil. Ini yaitu kabar baik bagi daerah-daerah yang punya potensi energi gres terbarukan. Seperti PLTB Sidrap dan Jeneponto yang telah sukses dikembangkan.

Potensi pengembangan energi gres terbarukan di Indonesia memang amat besar. Hal itu mendasari pemerintah mengambil langkah nyata yang tertuang dalam Dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017. Pemerintah mencanangkan penggunaan EBT di Indonesia sebesar 23 persen dari total bauran energi nasional hingga tahun 2025. Meningkat menjadi 31 persen pada 2050.

Ini ditunjang oleh sumber-sumber energi gres terbarukan yang tersebar di banyak sekali wilayah, sehingga memungkinkan distribusi lokasi investasi yang lebih merata. Di sinilah tugas pemerintah, menjembatani daerah menangkap peluang investasi energi gres terbarukan yang tujuannya tak lain untuk memacu pembangunan di daerah melalui kolaborasi investasi bidang energi ini.

Selain tugas aktif pemerintah pusat, pemerintah daerah juga kita dorong dan arahkan biar mempersiapkan semua aspek kelayakan berinvestasi bagi para investor yang hendak mengucurkan modalnya. Masalah klasik yang selama ini menjadi hambatan yaitu kepastian keamanan investasi. Terutama dari aspek regulasi yang banyak menghambat, maupun aspek sosial. Sinergitas yang baik antara pemerintah sentra dan daerah akan menumbuhkan iklim investasi yang nyaman dan ramah bagi investor.

Apalagi perusahaan-perusahaan asal Timur Tengah ini punya cara pandang investasi unik yang sepertinya dipengaruhi oleh tradisi filantrophy yang berkembang di tempat tersebut. Ini aku tangkap dari perbincangan dengan Mohamed Jameel Al Ramahi, CEO Abu Dhabi Future Energy Company, perusahaan papan atas di bidang energi gres dan terbarukan di Masdar City Abu Dhabi.

Mohamed Jameel menyatakan berkomitmen berinvestasi di Indonesia tanpa membawa tenaga kerja asing. Mereka hanya akan membawa modal dan teknologi baru. Mereka juga menjanjikan mengutamakan konten lokal dengan harga yang dijamin lebih murah dan kompetitif di bidang energi gres terbarukan.

Di sini tampak, paradigma investasi mereka bukan hanya tiba untuk mengeruk laba sebesar-besarnya. Namun juga menyelaraskan kepentingan bisnis dengan bantuan di negara atau wilayah destinasi investasi.

Ini agak berbeda dengan investasi dari beberapa negara yang selain membawa modal, juga memboyong serta tenaga kerja mereka sendiri sehingga mengeliminir sumber daya lokal. Hal demikian itu berimplikasi negatif. Mengubah investasi menjadi jembatan bagi dominasi asing. Akibatnya, investasi terdengar menyerupai momok angker bagi masyarakat sehingga membuat resistensi alih-alih menyambut gembira para investor yang membawa kucuran dolar.

Di tengah-tengah masyarakat merebak pandangan bahwa investasi seolah jadi perpanjangan tangan imperialisme ekonomi. Investor tiba membawa wabah sosial ekonomi. Membelah masyarakat dalam stratifikasi kelas dengan para pekerja abnormal yang mereka boyong. Pandangan ini tentu harus kita luruskan. Tugas pemerintah untuk memastikan investasi tidak melanggar kedaulatan negara, termasuk kedaulatan sosial ekonomi yang terletak di tangan rakyat di daerah yang menjadi tujuan investasi.

Investasi abnormal yaitu extra power booster dalam pembangunan suatu negara. Itu bila pemerintah sempurna dalam membangun positioning. Dalam konteks ini, aku melihat pemerintah melalui Konsulat Jenderal di Dubai yang dipimpin oleh Ridwan Hasan sangat proaktif serta progresif membangun komunikasi dengan pengusaha-pengusaha Dubai.

Pemerintah tampak bekerja sistematis dan gradual menyambut momentum investasi yang terus digairahkan. Karenanya, kita mendorong investasi jumbo dari negeri petrodolar Dubai ini jadi kabar gembira bagi rakyat.

Tamsil Linrung Wakil Ketua Komisi VII DPR, Anggota DPD Terpilih dari Dapil Sulawesi Selatan


Tulisan ini yaitu kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel