Renungan
Jakarta, Swamedium.com — Apa yang diputuskan oleh hakim bukanlah murni kebenaran, tapi apa yang dia lihat sebagai kebenaran.
Boleh jadi alasannya yaitu kepandaian suatu pihak dalam bersilat lidah, atau ketidakmampuan pihak lain dalam memberikan alasan, hakim memutuskan benar sesuatu yang salah, dan memutuskan salah sesuatu yang benar.
Di sinilah Rasulullah sendiri kadang tidak niscaya apakah yang ia putuskan yaitu kebenaran.
إِنَّمَا أَنَا بشَرٌ، وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ؛ فأَقْضِي لَهُ بِنحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بحَقِّ أَخِيهِ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
“Sesungguhnya saya hanyalah insan ibarat kalian. Dan kalian bersengketa kepadaku. Boleh jadi sebagian dari kalian tidak terperinci mengungkapkan alasannya dari sebagian yang lain, sehingga saya menunjukkan keputusan sesuai yang saya dengar. Barang siapa yang saya putuskan dengan keputusan yang menjadi hak saudaranya, maka sesungguhnya saya telah memberinya potongan api neraka.” (Muttafaqun Alaihi).
Karena itu jangan sombong alasannya yaitu kemenangan, dan jangan murung alasannya yaitu kekalahan. Yang menang belum tentu benar, dan yang kalah belum tentu salah. Hakim bumi hanyalah manusia. Hakim sesungguhnya yaitu Allah SWT.
Pada hadits di atas Rasulullah mengajak kita melihat hati nurani kita masing-masing. Jika kita dimenangkan alasannya yaitu benar, maka itu yaitu hak kita. Namun jikalau kita menang padahal salah, maka itu bekerjsama yaitu potongan api neraka.
sumber SwaMedium https://www.swamedium.com/2019/06/27/renungan/