Cerita Yatin Suarakan Tolak Tambang Lereng Merapi Di Khotbah Salat Jumat

Cerita Yatin Suarakan Tolak Tambang Lereng Merapi di Khotbah Salat JumatKades Ngargomulyo, Yatin. Foto: Eko Susanto/detikcom

Magelang -Yatin menyuarakan penolakan terhadap penambangan di lereng Gunung Merapi jauh sebelum menjadi kepala desa. Penolakannya dikala itu disampaikan ke warga salah satunya melalui khotbah salat Jumat.

"Kalau saya kebetulan saya dipercaya menjadi khatib Salat Jumat, nah kadang kala saya sampaikan lewat khotbah-khotbah betapa pentingnya perihal pendidikan lingkungan pada anak cucu kita," tuturnya dikala ditemui di Kantor Desa Ngargomulyo, Selasa (26/2/2019).

Pihak pro pertambangan yang terusik dengan bunyi Yatin pun melaksanakan perlawanan. Mereka terkadang mendatangi Yatin dan membujuknya supaya ikut menandatangi rekomendasi atas penambangan. Bahkan ketika itu sering berhadapan dengan preman dan mendapat intimidasi. Namun demikian, kata Yatin, tak membuatnya goyah atas pendiriannya.

"Bentuk intimidasi kadang kala mereka tiba ke kawasan saya contohnya bawa preman. Saya insan kadang takut, tapi bagaimana saya punya keyakinan bahwa alam bila dibiarkan terus akan rusak dan suatu dikala ketika alam rusak akan lebih menyeramkan daripada diintimidasi itu. Intimidasi kan secara personal, tapi bila alam rusak, kita tidak punyai air justru akan menyeramkan kehidupan," ujar bapak dua putera ini.

"Karena diintimidasi itu, dulu pernah selama tiga hari nggak pulang. Kebetulan saya petani, di atas (perkampungan atas) memelihara sapi tidur di sangkar sapi," kenangnya sambil berkelakar ketakutan dikala itu sebab badannya kecil.


Karena kegigihannya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan ini, warga pun menawarkan kepercayaan menjadi anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Setelah itu, dipercaya pula menjadi Bendahara PKK dan warga mendukung untuk menjadi anggota BPD (Badan Permusyawatan Desa). Bahkan ia terpilih menjadi Ketua BPD. Lambat laut, seiring dengan berakhirnya masa jabatan kepada desa, pada tahun 2007 warga pun mendukungnya maju menjadi kepala desa dan alhasil memenangi dalam pemilihan kepala desa tersebut.

"Waktu itu, disuruh nyalon oleh warga, gratis sebab nggak punya duit. Saya gratis, calon tiga sanggup bunyi terbanyak. Saat mau dilantik beli seragam baju putih nggak punya uang, saya utang di BMT Rp1,5 juta," kenangnya.

Dua tahun sehabis menjadi kepala desa menciptakan Peraturan Desa 3 Tahun 2009 perihal Pengelolaan Lingkungan. Dalam Perdes tersebut, pada Bab V perihal Pengelolan Lingkungan meliputi beberapa bagian. Pada cuilan kesatu ialah Hutan Rakyat dalam Pasal 5 disebutkan pengelolaan hutan dilaksanakan dengan melaksanakan babat tanam, babat pilih, melarang penambangan dengan menggunakan alat berat, melarang kegiatan berburu dan menembak satwa yang dilindungi dan melarang pembuangan sampah non organik di dalam hutan rakyat.

Selain itu, dalam pasal 6 perdes tersebut disebutkan melarang penambangan materi galian c dalam radius 100 m dari sumber mata air dan atau sungai, melaksanakan penanaman pohon tertentu dalam radius 50 m dari sumber mata air dan sungai. Berikutnya, dihentikan menangkap ikan dengan cara menyetrum, menggunakan racun atau bahkan peledak lainnya yang sanggup merusak ekosistem dan dihentikan membuang sampah organik dan nonorganik di sekitar sumber mata air dan sungai. Kemudian untuk pengambilan air dari sumber mata air yang berada di wilayah desa mendapat persetujuan dari pemerintah desa.

"Masih ada tarik ulur, pada dasarnya mengatur lingkungan. Salah satunya ada mata air, 100 meter dari mata air tidak boleh ditambang, menambang tidak boleh pakai begho. Perdes ini sangat mudah produk desa menggunakan bahasa desa. Kami dulu konsultasi dengan kabupaten nggak boleh hukuman yang bersifat pidana, kita hanya lapor saja, tidak boleh mencantumkan eksekusi fisik dan sebagainya," tutur Yatin.


Namun demikian, pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi, sehingga dulunya yang mulai menghijau hancur semuanya. Setelah itu, Yatin dengan pertolongan warga masyarakat membelikan 50.000 bibit tanaman. Bibit tersebut antara lain jambu, sengon dan lainnya.

"Setelah masyarakat tolong-menolong dari DLH, NGO dan masyarakat membeli, hutan rakyat dari kurun waktu 3 tahun ini vegetasinya sudah mulai tumbuh. Setelah itu, semakin bagus-bagus sumber air bertahan," katanya seraya menyebut pernah menjadi juara aktivitas kampung iklim.

Untuk mata air menurut pendataannya, pada tahun 2009 ada 101, kemudian pada 2011 didata lagi sudah mengalami penurunan jumlahnya 59 bertahan tahun 2014. Berikutnya, pada awal tahun 2019 ini melaksanakan pendataan dengan menggerahkan relawan maupun perangkat ada 132 sumber mata airnya. Salah satu sumber mata air tersebut ditemukan di Kali Lamat yang dulunya dipakai untuk lokasi penambahan. Yatin mengakui sumber mata air di Kali Lamat ditemukan pada September 2018, lalu.

"Apa yang saya lakukan ini murni untuk masyarakat, untuk masa depan anak cucu saya biar kebagian air, kebagian pasir," pungkasnya.

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel