Dana Desa Di Tengah Kemiskinan Dan Industri 4.0

Dana Desa di Tengah Kemiskinan dan Industri 4.0Ilustrasi: Sudrajat/Infografis

Jakarta -

Belum usang ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyatakan Satgas Dana Desa siap melaksanakan audit dana desa. Pada dikala yang sama sedang gencar-gencarnya pegawanegeri pengawas baik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang melaksanakan audit pengelolaan dana desa. Bisa jadi hal ini alasannya yaitu banyaknya pegawanegeri desa yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sementara itu, pemerintah bersama dewan perwakilan rakyat sedang melaksanakan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Salah satu jenis belanja pemerintah yaitu dana transfer ke tempat dan dana desa. Dana desa digulirkan semenjak 2014. Jumlah alokasi dana desa bertambah setiap tahun. Pada APBN 2018 dana desa dialokasikan sebenar Rp 60 triliun, dan pada RAPBN 2019 dialokasikan sebesar Rp 73 triliun.

Dana desa yaitu salah satu bentuk implementasi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Nawacita, yakni membangun Indonesia dari pinggiran. Salah satu duduk kasus yang menyelimuti desa selama ini yaitu urbanisasi. Hal ini dimaklumi alasannya yaitu pada umumnya sektor ekonomi di pedesaan hanya berkutat pada sektor pertanian, sedangkan lahan pertanian semakin sempit tergerus oleh pertumbuhan pemukiman dan pembagian warisan.

Kesempatan kerja di kota yang lebih besar baik di sektor formal maupun informal menciptakan masyarakat desa, khususnya kaum muda (generasi milenial) yang mempunyai tingkat pendidikan relatif lebih tinggi dibanding orangtuanya menentukan pergi ke kota untuk mencari taraf hidup yang lebih baik.

Sebenarnya dana desa hingga dikala ini sudah banyak menawarkan manfaat bagi masyarakat desa dengan hasil infrastruktur desa, layanan pendidikan dan kesehatan, hingga pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Berdasarkan data Kemendesa PDTT, sejumlah output dana desa antara lain 158.619 km jalan desa, 1.028.225 m jembatan, 6.931 pasar desa, 14.770 unit BUMDES, 4.710 unit tambatan perahu, 3.026 unit embung, 39.351 unit irigasi, 39.351 unit irigasi, 177.991 unit sarana MCK, 8.026 unit polindes, dan 942.902 unit sarana air bersih. Semua output dana desa ini meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dari sisi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Di antara cerita sukses penggunaan dana desa yaitu Desa Ponggok (Klaten, Jawa Tengah) yang berhasil mengubah Umbul Ponggok menjadi tempat wisata yang gres dari sebelumnya berupa pemandian bau tanah yang tidak begitu terurus. Desa Ponggok kemudian mengalami lompatan pendapatan fantastis pada 2016, dari pendapatan Rp 5 juta menjadi Rp 6,5 miliar per tahun. Adapun cara Desa Ponggok dalam meningkatkan kunjungan wisatawannya yaitu dengan memakai media sosial.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di Indonesia berhasil diturunkan hingga mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen) atau berkurang menjadi 633,2 ribu orang dibandingkan pada September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang atau 10,12 persen. Peningkatan alokasi dana desa menurut RAPBN 2019 ini seharusnya sanggup lebih menurunkan angka kemiskinan khususnya di pedesaan. Lebih dari itu, dibutuhkan dana desa sanggup meningkatkan rurarilasi sehingga aneka macam permasalahan di perkotaan ibarat kemacetan dan kepadatan penduduk berkurang.

Dalam meningkatkan taraf ekonomi di desa tak sanggup lepas dari tugas internet, khususnya di periode Industri 4.0. Di antara ciri Industri 4.0 yaitu munculnya fenomena internet of things. Internet menjadi sarana bagi insan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mulai dari mencari informasi hingga jual beli online. Dikenalnya Desa Ponggok melalui media umum dan pergeseran transaksi bisnis dari offline ke online bekerjsama menjadi peluang tersendiri bagi desa. Meski demikian para pengelola dana desa harus melihat ketersediaan jaringan internet di desanya.

Jika melihat data survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada 2017, penetrasi pengguna internet di pedesaan (rural) sudah mencapai 48,25% sementara di perkotaan (urban) pertumbuhannya lebih dahsyat lagi yakni 72,41%. Jika jaringan mobile broadband sudah masuk ke suatu desa, maka aparatur desa hanya perlu fokus membentuk BUMDES untuk menghasilkan sebuah produk yang sanggup dijual melalui marketplace, media sosial, dan/atau laman yang dimilikinya. Tapi, jikalau jaringan internet belum ada, maka pengelola dana desa harus terlebih dahulu menyediakannya.

Desa sanggup bekerja sama dengan provider internet untuk mendirikan Base Transceiver Station (BTS). Penggunaan internet ini sebagai implementasi teknologi sempurna guna dalam pembangunan desa sebagaimana yang disebut dalam Undang-Undang No.6 tahun 2014 perihal Desa.

Permasalahan yang mungkin menjadi kendala besar yaitu menemukan potensi ekonomi desa. Potensi desa sanggup terdiri terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya. Tiga desa yang menjadi pola dalam Buku Pintar Dana Desa yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan antara lain Desa Ponggok, Desa Panggungharjo (Bantul, Yogyakarta) dan Desa Majasari (Indramayu, Jawa Barat). Desa Ponggok mengoptimalkan potensi sumber daya alam dengan Umbul Ponggoknya. Desa Panggungharjo ditetapkan sebagai desa budaya. Sedangkan, Desa Majasari sebagai desa yang unggul dari sisi SDM-nya alasannya yaitu mempunyai tata kelola desa yang dan pembinaan Tenaga Kerja Indonesia yang baik.

Produk desa yang berhasil dikembangkan baik barang atau jasa harus dipublikasikan melalui internet. Desa Panggungharjo (panggungharjo.desa.id) mempunyai laman tersendiri untuk mempublikasikan acara-acara budayanya. Sedangkan, Desa Majasari mempublikasikan kemajuan tata kelola desanya juga melalui lamannya (majasari.desa.id). Dengan demikian, desa-desa yang maju dengan dana desa tak sanggup lepas dari teknologi internet.

Selain itu, prasyarat untuk menuju desa maju yaitu pendidikan dan training SDM desa semoga menghasilkan produk yang unggul dan sanggup mengelola unit perjuangan dengan baik. Dana desa juga sanggup dipakai untuk investasi dalam pengembangan SDM melalui pelatihan-pelatihan baik hard skill yang relevan dengan pengembangan potensi desa dan soft skill untuk membangun kecerdasan emosional dan leadership masyarakat desa. Desa sanggup berafiliasi dengan dinas tenaga kerja pemerintah daerah, sekolah tinggi tinggi dan/atau forum pendidikan dan keterampilan lainnya yang kompeten. Selain itu desa juga perlu berafiliasi dengan perusahaan layanan logistik mendukung kelancaran transaksi melalui media online.

Pemerintah desa dibutuhkan lebih kreatif dalam menggali potensi dengan memperhatikan aspirasi masyarakat desa. Pemetaan dan pemilihan potensi desa ini sanggup dilakukan dengan mengupayakan musyawarah desa. Diharapkan pemerintah desa juga lebih banyak berbicara dengan kalangan milenial desa yang lebih melek internet dan tren bisnis. Adanya komunikasi dua arah antara aparatur desa dan masyarakat dibutuhkan mencegah urbanisasi dan ditinggalkannya desa oleh SDM-SDM potensial nan unggul.

Pemerintah sentra dan tempat yang mempunyai kegiatan terkait pengembangan jaringan internet di desa dan pengembangan SDM di pedesaan sanggup bersinergi dengan kegiatan pengembangan ekonomi desa berbasis internet melalui dana desa. Dana desa dibutuhkan membawa banyak keberkahan di tengah periode Industri 4.0.

Siko Dian Sigit Wiyanto Pranata Humas Ahli Pertama Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan; goresan pena ini pendapat pribadi, tidak mereprentasikan instansi tempat penulis bekerja


Tulisan ini yaitu kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel