Banyak Dipakai Dalam Makanan, Apakah Gelatin Halal Atau Haram?

Banyak Digunakan dalam Makanan, Apakah Gelatin Halal atau Haram?

Berlin -

Gelatin ialah zat yang banyak dipakai dalam makanan, obat-obatan, produk kesehatan dan kecantikan. Selama bertahun-tahun komunitas muslim tidak pada halaman yang sama soal kehalalan produk-produk ini.

Nana Langjahr ialah seorang wanita muslim Indonesia yang tinggal di Jerman semenjak beberapa tahun. Anak-anaknya menyukai permen gummy bear. Meskipun keyakinan agamanya membatasi dirinya untuk mengkonsumsi produk-produk "haram" ini, ia menentukan untuk hidup permisif dengan produk-produk tersebut.

"Mereka suka permen gummy bear. Suamiku juga suka," katanya kepada DW. "Sebenarnya Haribo (perusahaan yang memproduksi permen gummy bear) memakai gelatin dari babi. Tentu saja itu haram. Tapi kami tidak punya pilihan lain. Sebagai seorang muslim saya merasa bersalah, tetapi saya tidak punya pilihan," kata Nana.

Seperti Nana, banyak wanita muslim lainnya mempunyai kebingungan yang sama soal produk-produk gelatin. Mereka harus berpikir ulang untuk mengonsumsi atau memakai gelatin alasannya terbuat dari protein babi. Namun seorang wanita muslim yang juga telah usang tinggal di Jerman, Lenny Martini, sanggup melihat sisi lain dari problema tersebut. "Tidak ada kasus dengan duduk kasus halal permen gummy bear di Jerman. Ada produk Haribo halal," kata Lenny kepada DW. Namun demikian, permen gummy bear bukan satu-satunya produk yang terbuat dari gelatin.

Produk-produk gelatin

Menurut Produsen Gelatin Eropa (GME), ketika ini 59% gelatin dipakai dalam produk makanan, 31% pada industri farmasi, 2% dalam proses fotografi serta kegiatan teknik dan 8% di sektor lain.

Selain produk makanan, gelatin terdapat dalam krim, lotion dan masker, sabun mandi, sampo dan hair spray, nutricosmetics. Selain itu dalam banyak kapsul serta tablet keras atau lunak untuk obat, dalam produk nutrisi olahraga, pakan ternak dan juga pada peptida kolagen.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa ketika ini, di Amerika Serikat sebagian besar gelatin berasal dari kulit babi sedangkan sapi ialah basis gelatin di Perancis dan Inggris. Namun, itu tidak berlaku untuk seluruh Eropa. Menurut perusahaan riset pasar yang berbasis di AS dan India, Grand View Research, "Segmen gelatin dari kulit babi memegang pangsa pendapatan terbesar pada 2018 dan kemungkinan diperkirakan akan mempertahankan dominasinya selama tahun-tahun. Eropa ialah pasar terbesar untuk penggunaan kulit babi sebagai materi baku untuk pembuatan gelatin dan diperkirakan akan mempertahankan posisinya selama periode yang diperkirakan," berdasarkan laporan penelitian pasar terbaru mereka.

Namun, mereka memperkirakan bahwa segmen gelatin dari materi baku tulang sapi dibutuhkan akan mencatat tingkat pertumbuhan tertinggi, yaitu 5,5%. Menurut mereka, di pasar dunia gelatin dari tulang sapi dan kulit sapi lebih mayoritas daripada gelatin dari kulit babi.

Larangan agama dan aktivitas diet

Dalam banyak aturan agama atau aktivitas diet, konsumsi gelatin dari binatang atau binatang tertentu dianggap dihentikan atau dibatasi.

Misalnya, dalam masyarakat muslim, banyak yang percaya bahwa gelatin yang berasal dari protein babi ialah haram. Bahkan kalau gelatin tersebut berasal dari sapi yang tidak disembelih berdasarkan aturan agama, itu tidak dianggap sebagai halal. Aturan kosher (makanan "halal" bagi Yahudi) juga mirip hal tersebut.

Para vegan dan vegetarian juga mempunyai batasan dalam mengonsumsi gelatin yang terbuat dari hewan. Beberapa orang dari komunitas Sikh, Hindu dan Jain lebih suka gelatin dari rumput laut.

Begitu banyak perusahaan menandai produk mereka sebagai halal. Di Eropa, GME memperlihatkan sertifikasi halal untuk materi masakan dan obat-obatan, tetapi untuk itu produk tersebut harus melalui inspeksi oleh tubuh sertifikasi Islam yang diakui.

Apakah hanya mitos bahwa gelatin haram?

Selama beberapa tahun diskusi ihwal gelatin telah diangkat pada komunitas muslim di seluruh dunia. Mayoritas masyarakat muslim dan cendekiawan muslim percaya bahwa gelatin apa pun yang terbuat dari binatang ialah haram, terutama kalau itu dari babi.

Perusahaan Pengembangan Industri Halal (HDC) yang berbasis di Malaysia telah menerbitkan fatwa seorang cendekiawan dari Universitas Al-Azhar. Su`aad Salih, profesor Fiqih di Universitas Al-Azhar mengatakan, "Gelatin ialah zat ringkih yang diekstraksi dengan merebus tulang, kuku, dan jaringan hewan. Kaprikornus itu tergantung pada binatang tersebut. Jika itu ialah binatang yang dagingnya halal, mirip sapi, unta, domba dan sebagainya, maka gelatin ialah halal, dan demikian pula halnya dengan semua masakan yang disiapkan darinya. Namun, kalau binatang itu dari daging haram mirip babi, maka gelatin yang dibentuk itu haram."

Namun, banyak cendekiawan muslim dan anggota dewan Fiqih lainnya mempunyai pendapat berbeda. Cendekiawan Syekh Muhammad Ibnu Umar Bazmool menyampaikan dalam publikasi Muwahhideen yang berbasis di Tobago, bahwa alasannya gelatin berubah dari bentuk aslinya dan proses tersebut mengubah abjad zat, maka ini membuatnya dari haram menjadi halal.

Banyak anggota dewan Fiqih lainnya mempunyai budi yang sama ihwal gelatin. Mereka memperlihatkan referensi anggur yang tidak dihentikan dalam Islam sedangkan alkohol yang dibentuk dari anggur ialah haram. Juga sebaliknya, ketika alkohol dijadikan materi dasar cuka, tidak ada konflik dengan aturan agama.

Melalui proses yang disebut "Istihalah" dalam bahasa Arab, struktur kimia dan kelas molekul protein dalam kolagen diubah untuk membentuk zat gres mirip gel yang dikenal sebagai gelatin.

DW mewawancarai Syafiq Hasyim, Direktur Pusat Internasional untuk Islam dan Pluralisme di Indonesia. Ia menjelaskan ada dua anutan mazhab yang mempunyai aturan berbeda terkait hal ini. "Di Indonesia tentu penggunaan gelatin dari babi diharamkan, untuk dikonsumsi maupun penggunaan pada apa pun. Hal ini alasannya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganut mazhab Syafi'i," kata Hasyim kepada DW.

Ia menambahkan, "namun di Timur Tengah, gelatin dari babi boleh digunakan. Karena beberapa komitmen ulama di Timur Tengah menganggap gelatin dari babi telah berubah zatnya dan tidak lagi mengandung babi di dalamnya. Mereka menganut mazhab Hanafi. Menurut mazhab Hanafi bila barang yang semula najis dan bermetamorfosis tidak najis maka hukumnya ialah tidak najis."

Menurutnya dunia masih sangat bergantung pada gelatin dari babi. Contohnya ketika ini 80 persen industri farmasi memakai gelatin dari babi. Bagi dunia bisnis, peluang akan lebih terbuka kalau suatu negara mengizinkan penggunaan gelatin babi. Atau lebih jelasnya di negara-negara dengan mazhab Hanafi, bisnis akan menjadi lebih fleksibel.

Wawancara untuk artikel ini dilakukan oleh Ayu Purwaningsih dan Yusuf Pamuncak.





Sumber detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel